THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Senin, 04 Januari 2010

jawaban dr kegundahan ku

Dua hari ini entah kenapa aku seperti punya perasaan yang tak enak, aku seperti punya feeling sesuatu yang buruk akan menimpaku. Apa aku yang memang terlalu parno? Atau memang Allah akan memberiku sesuatu yang buruk yang tak pernah aku duga. Atau Allah akan mengambil sesuatu yang berharga dalam hidupku? Atau bahkan Allah akan membuat hati ini semakin tak karuan seperti kemarin? Ku melangkah menuju gubukku. Ku lihat kakak pertamaku tengah asyik main games di depan computer. "Dapet Surat tu". Tegur kakakku dengan loghat jawanya. Ku masuk kekamarku… ku lihat ada sebuah bungkusan kertas tebal di atas tempat tidurku. Kepada Yth :Naya Latief di Desa … Kubaca surat yang ada didalam amplop besar yang berwarna kopi susu ini. Kubaca dengan seksama dan dengan perasaan penuh dag dig dug and der… karna memang sebelumnya aku sudah mengira kalau ini adalah surat balasan dari keputusan pengajuan naskah novel yang kukirim beberapa bulan yang lalu. Ya… balasan dan pemberitahuan apakah novelku akan diterima atau tidak. Sebelumnya kami mengucapkan terima kasih atas apresiasi Anda pada kami. Setelah membaca dan mempertimbangkan naskah Anda, kami sangat menghargai karya berharga ini. Namun demikian, dengan berat hati kami belum bisa menerbitkan naskah tersebut karena beberapa poin yang ditetapkan oleh kami. Tidak kami temukan pada naskah tersebut. Dibagian ini ni yang nggak aku suka, dimana aku belum siap mengetahui kabar buruk ini. Aku sudah mengira dan aku pun sudah menduganya… aku terdiam sejenak. Kurasakan tetesan air mataku mulai membasahi pipiku. Aku pun membaca poin-poin minus di surat ini. 9 poin minus? Huuhh… ternyata aku masih sangat bodoh dan masih harus belajar lebih banyak lagi dalam mengatur bahasa untuk novelku… aku memang bukan anak jurusan bahasa sewaktu di SMA, meskipun aku di IPA, tapi aku cukup senang dengan pelajaran Bahasa Indonesia. Tapi ternyata… aku masih belum bisa menggunakan kata-kata/bahasa yang lebih baik lagi. Ini pelajaran lagi buat diriku… Jadi? Ini jawaban dari perasaan gundah, resah dan keluh kesahku selama 2 hari ini? Jadi ini alasannya mengapa sejak kemarin aku seperti punya firasat tak sedap pada diriku. Ternyata… dengan perasaan penuh sedih, dan berat hati aku harus mengikhlaskan semuanya bahwa karya ku tak diterima. Aku tak tahu harus bagaimana, hanya air mata yang menjawab semua pertanyaanku ini. Hanya air mata yang mengomentari kedatangan surat ini, dan hanya air mata yang menjadi saksi nyata atas kegundahanku selama 2 hari ini. Namun bagaimanapun juga aku senang karna mereka mau menanggapi novelku dan tak membiarkan novelku berserakan ditempat mereka. Aku cukup senang dan berterima kasih sekali kepada yang telah memberi kabar buruk ini kepadaku, karna dengan begini aku bisa belajar lebih banyak lagi dan bisa mengambil poin-poin minus itu untuk ku pelajari dan ku benahi. Semoga dengan begini aku akan jadi lebih semangat lagi dalam pembuatan novel. Amiin…

melangkah diatas awan

Lara berjalan memasuki halaman rumahnya yang tak terlalu besar, ditangannya tertenteng kresek hitam kecil yang isinya nasi krawu dua bungkus. Nasi itu dia beli untuk makan sore satu untuknya dan yang satunya lagi khusus untuk anaknya yang mulai beranjak dewasa. Setiap pulang kerja dia kerap membawa makanan untuk dimakan berdua sebagai makan sore,bukan makan siang seperti kebanyakan orang.
Kalau untuk sarapan pagi dia sengaja memasak sendiri walaupun sekedarnya, biasanya setiap pagi Lara menggoreng tahu ditambah sambal kecap. Meskipun hanya sederhana mereka sangat menikmati sarapan paginya. Untuk makan malam Lara biasanya merebus singkong hasil dari membedhol perkebunan di samping rumahnya yang sisa lahannya tak terlalu besar hanya sekitar 3 x 4 meter. Lahan kosong itu oleh Lara ditanami Singkong, Cabe, daun Kemangi, dan Daun Bayam Apabila anaknya merasa enek hanya dengan singkong direbus biasanya Lara membuat variasi singkong rebus ditumbuk halus kemudian di beri gula dan garam atau ditambah parutan kelapa, hmmm….mirip-mirip dibilang gethuk lah,gethuk ala Larasati.
Sambil berjalan menuju pintu rumahnya,samar-samar telinganya mendengar suara orang bercakap-cakap dari dalam rumah,dipelankan langkahnya untuk mengintip sebentar siapakah gerangan orang yang bertamu sore-sore begini. Tak biasanya ada orang yang mau datang bertamu di rumahnya, selain sempit dan sedikit tak terawatt, Lara dikenal sebagai janda muda nan cantik. Sebenarnya banyak para lelaki yang ingin memilikinya sebagai istri tetapi Lara menolak dengan halus. Bahkan tiga hari yang lalu sempat Lara di pinang oleh juragan beras kaya raya bernama Haji Sujud, Beliau akan menjadikan Lara sebagai istri ke lima dan dijanjikan dibangunkan rumah mewah di kota jauh dari empat istri sebelumnya.
Seandainya kalau Lara menerima pinangan Haji Sujud, dia tak perlu bekerja keras untuk menghidupi Dhimas anak laki-laki semata wayangnya yang kini berada di kelas dua Sekolah Menengah dan sedang membutuhkan biaya banyak. Sebenarnya Lara tidak ingin menolak pinangan seorang Laki-laki, tetapi karena tidakmendapat persetujuan Dhimas dan demi menghormati anaknya, maka Lara rela menyendiri.
Lara melongokkan kepalanya melalui kaca jendela yang tertutup tirai putih tipis. Dari situ dia bisa melihat sekilas Dhimas duduk diantara dua tamu yang tak dikenal. Jantung Lara berdegup kencang, Kecemasan Lara memang beralasan, sejak menolak pinangan Haji Sujud, dia selalu didatangi orang yang tak dikenal dan selalu memaksa agar Lara menerima pinangan juragan beras tersebut. Terhitung sudah tiga kali, bahkan yang terakhir Lara diimingi-imingi uang Lima Puluh Juta dengan pecahan lima puluh ribuan. Kalau Iman Lara kendur saat itu maka dengan hanya sekali anggukan Lara pasti akan menjadi Nyonya kaya mendadak.
Untuk memastikan siapa tamu yang saat ini sedang berada didalam rumahnya, pelan-pelan Lara menajamkan pandangan sambil kepalanya di majukan agar terlihat sangat jelas siapa dua orang tamu tersebut. Setelah bisa melihat jelas siapa tamunya, jantung Lara kian berdegup tak beraturan, tamu tersebut seorang laki-laki dan perempuan setengah tua yang kini sedang mengajak bicara Dhimas, jantungnya kian kencang berdegup setelah tau bahwa lara sangat-sangat mengenal wajah mereka.Setengah tak percaya diamati lagi wajah kedua tamunya, ya …. tidak salah mereka adalah orang tua Prawiro. Laki-laki yang telah meninggalkan dirinya dan anaknya saat berumur satu tahun.
Pikiran Lara menjadi tak karuan memikirkan apa yang sedang mereka bicarakan kepada Dhimas, sedangkan Dhimas, anak SMP yang belum paham akan hidup dan tentang kehidupan pasti juga tidak tahu siapa mereka.
Lara menjadi bingung, kini kakinya sangat berat untuk diajak melangkah. Lara memundurkan kakinya beberapa langkah mendekati tembok sengaja agar kedatangannya tidak diketahui Dhimas dan kedua tamunya. Sedikit ada perasaan marah dan kecewa menggelayuti jalan pikirannya. Tak dinyana kenapa orang tua itu datang ke rumahnya, Mengapa setelah Empat Belas Tahun baru kali ini mereka melihat cucu yang sudah ditinggal Ayahnya minggat entah kemana. Apakah selama itu mereka masih menyimpan rasa kangen? Mengapa harus Orangtua Prawira yang datang menemui anaknya? Kenapa tidak Prawiro sendiri yang datang menemuinya dan anaknya?
Masih teringat dibenaknya Empat Belas Tahun lalu, Prawiro meninggalkannya dan meninggalkan Dhimas yang masih berusia satu tahun, usia anak-anak yang masih sangat lucu, Waktu itu kehidupan kami sangat bahagia, meskipun tidak berlebihan tetapi Prawiro bisa mencukupi kehidupan kami bertiga walaupun mengandalkan gaji Prawiro yang bekerja sebagai Roomboy di sebuah hotel bintang tiga.
Dengan dalih akan dinaikkan jabatannya sebagai Manajer apabila dia mau ditempatkan di luar kota dan dengan alasan agar penghasilannya bertambah Prawiro rela menuruti perintah atasannya untuk berangkat ke Denpasar meninggalkan Lara dan Dhimas kecil. Prawiro berjanji akan pulang sebulan sekali untuk melepas kangen dan berjanji juga kalau sudah berhasil dia akan memboyong anak dan istrinya ke Pulau Dewata.
Sempat Lara menolak ditinggalkan oleh Prawiro karena diusia yang sama-sama masih muda dia ingin tetap di Surabaya membesarkan Dhimas bersama-sama. Karena kerasnya tekad Prawiro Lara pun tak bisa mengelak untuk melepaskan Prawiro pergi.
Bulan pertama Prawiro masih pulang mengunjungi dirinya dan Dhimas. Bulan kedua pun demikian. Bulan ketiga, keempat dan terakhir bulan kelima bahkan Prawiro berjanji akan mengajaknya dan Dhimas untuk tinggal di Denpasar karena ucapan Prawiro saat itu kehidupan di Denpasar sudah lebih baik dari kehidupan di Surabaya. Lara sangat bahagia mendengarnya, Menginjak bulan keenam peristiwa mulai muncul, janji awalnya mulai diabaikan,dia tidak pulang ke Surabaya menjenguk anak dan istrinya, kiriman uang pun mulai tak sampai ditangannya.
Awalnya Lara masih berpikiran positif bahwa karena kesibukan suaminya maka tidak bisa pulang menjenguknya dan anaknya. Bulan ke tujuh dan kedelapan keyakinan terhadap suaminya semakin luntur, kiriman uang bulanan sudah mulai tidak dia terima bahkan setiap dihubungi di kantornya jawaban yang ia dapat selalu sedang keluar. Lara mulai putus asa.

Tekad Lara waktu itu sudah bulat, Dhimas dia titipkan kepada Ibunya, dan dia sendiri berangkat mencari Prawiro ke Bali, hanya dengan petunjuk nomor telepon kantor tempat Prawiro bekerja dia menghubungi Call Center Telkom setempat untuk menanyakan alamat, Setelah mendapatkan alamat yang dituju Lara kaget bukan kepalang, bukan berita baik yang Ia terima tetapi sesuatu yang sangat menyayat lubuk hatinya. Di dalam ruang kerjanya, dengan mata kepalanya sendiri Lara melihat suaminya sedang bermesraan bersama wanita lain. Entah itu tamu hotel, entah itu teman kerjanya, Saat itu tanpa berpikir panjang, Lara langsung berlari menjambak rambut wanita perampas suaminya itu dengan bertubi-tubi, dia koyak-koyak wajahnya seperti harimau beringas.
Setelah puas melampiaskan amarahnya, Lara langsung kembali ke Surabaya. Upaya Prawiro untuk menjelaskan duduk permasalahnnya sudah tak dipedulikan lagi.Semua sudah jelas bahwa suaminya telah mengkhianati kesucian pernikahan mereka.
Sesampai di Surabaya diceritakannya kelakuan bejat Prawiro kepada Ibunya, sambil menangis-nangis di pangkuan Ibunya dia berjanji akan membuat wajah wanita itu rusak. Sehari di Surabaya, Lara berangkat lagi menuju sebuah kota untuk mencari dukun yang bisa membuat wajah wanita itu tidak cantik. Dia ingin membuat wajah wanita itu menjijikkan dengan dipenuhi nanah agar Prawiro meninggalkan wanita jalang itu. Meskipun sebenarnya dia tahu cara yang Ia lakukan adalah dosa tetapi waktu itu Lara sudah gelap mata dan kehabisan akal untuk berpikir.
Beberapa dukun sudah Ia temui tetapi percuma saja hal itu tak akan membuat Prawiro kembali ke pangkuannya. Sudah berapa uang yang habis tak terhitung jumlahnya, dan tetap juga tak mengembalikan ayah Dhimas kembali ke pangkuannya.Dengan perasaan sedih dan bingung Lara kembali menemui suaminya ke Denpasar, kali ini dia pun memohon dan mengemis agar suaminya meninggalkan wanita itu untuk kemudian kembali ke pelukannya dan merawat Dhimas bersama-sama. Tetapi apa yang dia dapatkan hanya mimpi, Suaminya sudah berkeras tak mau kembali ke pangkuannya.
Dengan hati penuh kekecewaan Lara kembali lagi ke Surabaya. Hanya tinggal satu kasih sayang dari Ibunya yang menyadarkan Lara untuk mengikhlaskan saja suaminya, dan berdoa agar Lara di beri petunjuk yang benar untuk menjalani kehidupan selanjutnya tanpa suami.
Dengan uang pensiun ayah Lara yang sudah meninggal ,Ibunya dan Lara membesarkan Dhimas,karena waktu itu Lara tidak mempunyai pekerjaan. Setelah Dhimas mulai besar, Lara mencoba bekerja. Pekerjaan apapun dilakukankan asal halal dan dapat menghidupi mereka bertiga. Lima tahun kemudian Ibu Lara meninggal,sehingga Lara sendiri yang harus pontang-panting bekerja sambil membesarkan dan merawat Dhimas sendirian.
“Nak Lara..” Lara terkejut karena melihat tamunya sudah berdiri didepannya, sedangkan Dhimas berdiri di belakang jendela kaca.
“Ibu dan bapak ada keperluan apa datang kemari?” Tanya lara datar.
“Nak Lara, kedatangan kami kemari dan atas nama Prawiro, kami ingin meminta maaf karena telah menelantarkan kalian”
“Maaf Pak, Bu, pekerjaan saya masih banyak, langsung saja apa maksud kedatangan Anda kemari?” Potong Lara.
“Kami kemari ingin memberikan uang ini hadiah dari Prawiro. Terimalah….” Lara kaget melihat segepok uang seratus ribuan, entah jumlahnya berapa. Tetapi Lara sadar meskipun Ia sedang butuh uang tetapi tidak harus menunjukkan kepada orang lain bahwa saat ini dia sedang membutukan uang, butuh bayar sekolah, butuh uang belanja dan seandainya dia memikirkan harga diri mungkin tanpa piker panjang dia akan langsung menerimanya.
“Uang apa itu ?”
“Uang ini pemberian Prawiro untukmu, tetapi dengan satu syarat kami harus membawa Dhimas pulang…”
“Maksud Anda, dengan menyogok uang kalian ingin merebut Dhimas dari saya? Maaf Bu, Pak, meskipun Dhimas adalah buah perkawinan saya dan anak Bapak dan Ibu, tetapi sayalah yang membesarkannya dan sayalah yang telah memberinya kasih sayang, walaupun ditambah sepuluh kali lipatpun uang itu tidak akan bisa menyembuhkan luka hati saya, dan sekarang kalian boleh pergi, jangan injak rumah ini lagi…”
“Pergi…Pergi dari sini….”Lara berteriak kesetanan kemudian pingsan. Cepet-cepat Dhimas memeluk Ibunya.