THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Minggu, 10 Januari 2010

dan takdir berbicara lain

Ali,kini telah tumbuh menjadi seorang pemuda yang makin tampan. Pribadinya mlai menunjukkan bahwa dia sudah memasuki umur dewasa. Jenjang sekolah aliyah juga sudah dia lalui. Tapi itu belum ia rasa cukup,dia msih melanjutkan satu tahun mengabdi untuk pondok dan kiainya tercinta. Sampai panggilan untuk pulang itu datang. Mbak Nisa,kakak perempuan tertuanya menelponnya ketika dia selesai menemani kiainya ceramah di desa sebelah.
“Li,gimana kabar kamu?”
“Alhamdulillah mbak,ada apa mbak kok tumben telpon?”
“Kamu tuh ya,ditelpon mbaknya malah nanya kenapa?
Ali hanya senyum cengengesan. Walaupun sudah hampir empat tahun pisah dari keluarganya,sifat kekanakan dan manja Ali sama keluarga masih melekat. Apalagi kalau sudah sama umi,Ali bisa kembali menjadi anak kecil,tapi di sisi lain,ketika dia berhadapan dengan para pengajar dan santri di pondok abahnya,Ali yang dituntut untuk menjadi sosok yang tegas pun bisa menempatkan dirinya. Dia sadar,tanggung jawab dan beban dia berat,karena harus melanjutkan tugas abahnya,sebagai pengasuh pesntren besar di tengah kota,bukan hal yang mudah.
“Kata umi,kamu harus cepet-cepet ngurusin keboyongan kamu. 2 minggu lagi kamu brangkat kuliah.”
“Kuliah? Ali lulus mbak,tes di ahgaff?”
“Alhamdulillah begitu. Baru aja tadi malam kita dapat kabar dari pihak universitas. Makanya cepet pulang.”
“Iya mbak,iya.”
Dan setelah itu,begitu cepat,Ali mengurus keboyngannya dari ma’had tercintanya. Sebenarnya ia begiu berat meninggalkan pondok ini,apalagi harus meninggalkan pak yai,yang sudah makin sepuh dan makin dekat dengannya.
***
“Kamu di sana belajar yang rajin. Ingat kamu itu satu-satunya harapan umi dan abah. Pondok ini menunggu kamu,kita semua menunggu kamu. Jadi orang yang alim,nggak usah neko-neko.” Abah suhdah mulai menasihati Ali,padahal masih kurang 2 minggu keberangkatannya ke yaman,negri tempat ia akan menuntut ilmu,negri yang masyhur dengan orang alimnya,berharap semoga Ali bisa meraup barakah orang2 alim juga,hingga akhirnya ia bisa menjadi orang yang alim,seperti yang dicita-citakan kedua orang tuanya.
Ali anak laki-laki satu-satunya di keluarganya. Dia anak ketiga dari empat bersaudara. Semua kakak perempuannya sudah menikah dan berkeluarga. Semua sudah tidak tinggal di rumah bersama abah dan umi. Sejak itu,abah mulai kewalahan mengurusi pondoknya. Apalagi,namanya juga mulai banyak dikenal. Penjuru Indonesia mulai terus memanggilnya. Banyak sudah waktu dihabiskan da’wah keliling tanah air. Mulai dari pejabat tingkat atas,sampai warga awam,yang masih tinggal dipelosok pun beliau datangi. Itu semua mengurangi perhatiannya terhadap anak-anak beliau(santri-red). Dan empat tahun ke depan,harapan beliau,Ali segera kembali menjadi orang alim,yang juga kuat keperibadian,karena medan yang akan dihadapinya beda,dia harus bisa menghadapi anak-anak kota,yang kebanyakan ada di pondoknya,yang nakal-nakal. Malah tak sedikit,yang dipondokkan oleh orang tuanya,bukan liajlil’ilm,tapi supaya tidak mengganggu kerjaan mereka.
Keberangkatan sudah di depan mata. Besok pagi,pesawat akan terbang membwanya ke negri nun jauh di sana. Ali agak deg-degan juga. Entah kenapa. Dia merenung sendiri di kamar. Mengingat kembali tujuan sebenarnya dia harus rela pisah jauh dari keluargnya,menata kembali niat. Mengingat empat tahun lagi dia harus kembali dengan kesiapan menantang medan da’wah yang tidak mudah. Apalagi mungkin empat tahun ke depan,ketika dia harus kembali,zaman sudah lebih rusak dari yang kini terbentang di depan matanya.
Di tengah perenungan itu,umi masuk. “Nak Ali.” Ali agak tersentak kaget. Kemudian ikut duduk di bawah umi. “Setelah besok,umi harus siap menahan rindu sama kamu sampai empat tahun. Kamu jaga diri baik-baik di sana ya. Ingat tujuan kamu datang ke sana. Ingat selalu,kami semua di sini menunggu kamu. Empat tahun kami menunggu melihat kamu jadi pria dewasa yang alim. Umi sangat menunggu saat-saat itu nak.” Nada haru,juga sedih,juga bangga tercampur baur di kalimt2 yang diucapkan umi. Ali,walaupun lelaki,kalau sudah di depan umi,selalu menjadi sosok yang cengeng. Air matanya pun kini mengalir. Ia benamkan kepalanya jauh di pangkuan umi. Sembari bertekad dalam hati,dia tidak akan mengecawakan beliau,juga abah dan semua. Empat tahun lagi,harapan mereka akan terkabul,insya ALLAH.

***
YAMAN,2004
Ali merasa puas karena ‘inwan bahst takharrujnya maqbul. Tidak ada yang lebih membahagiakan dari ini. Tinggal satu tahun lagi,mungkin kurang,dia akan mengobati rindu semuanya. Tapi beserta itu juga,dia akan mulai memasuki tahap kehidupan baru,yang lebih sulit. Dia sudah memantau sedikit tentang perkembangan ma’hadnya. Mulai dari internet,sampai bicara langsung dengan para asatidz di ma’hadnya. Tak jarang juga ketika mbaknya telpon,Ali minta diceritakan tentang perkembangan ma’hadnya.
Dan yang dia daptkan hingga sekarang,bahwa tugasnya makin berat. Kedisplinan pondok mulai mengendor,abah yang juga sudah tidak sabar menunggu kedatangannya,kemajuan teknologi yang seharusnya membantu,tapi malah merusak,sudah mulai sedikit memasuki lingkungan pondok,efek negatif pergaulan remaja kota,juga mulai mengotori akhlaq santri-santrinya.
“Mbak,kalau ternyata Ali nggak pulang,gimana?” mbak Nisa jelas kaget sekali dengn pertanyaan yang baru dilontarkn adik kesayangannya.
“Kamu ngomong apa sih Li? Kamu belum siap untuk pulang tahun depan? Belum siap ganti posisi abah?”
“Hehe,,,nggak kok mbak,becanda aja. Terus, terus gimana mbak…” akhirnya topik kembali mengalirkan cerita keadaan pondok orangtua mereka.

***
YAMAN,2005
Alhamdulillah,Ali sujud syukur karena semua prosesi imtihan juga garap bahs takharujnya sudah kelar. Semua sudah ia lalui,bahts juga sudah diserahkan dan sepertinya dosen pembimbingnya sangat puas dengan apa yang telah ia kerjakan. Imtihan qur’an syamil juga sudah ia lewati,berakhir dengan decak kagum para dosen penguji,juga tepukan mabruk dari teman2 seangkatannya yang ikut mendengarkan imtihan syamil qurannya.
Ali tinggal mengurus tiket pulang. Kata umi,abah sudah meminta pihak kuliah untuk bisa mengizinkan Ali pulang lebih awal dari rombongan teman-temannya. Akhirnya ia harus mau mngurus tiket sendiri. Dua minggu lagi dia akan kembli ke tanah air. Setelah empat tahun hanya mengobati rindu dengan foto yang dikirim lewat email,dia akan bisa habis mengobati rindunya dengan langsung bertatap muka dengan semua keluargnya. Setelah empat tahun dia hanya tau keadaan pondoknya lewat cerita2 orang dan berita2 di internet,dia akan beradu dengan keadaan itu,menatanya sedemikian rupa,menegakkan haq syariah islam,berjihad lewat da’wah,membantu abah yang sudah makin tua dimakan usia.
Tiket sudah di tangan,setelah menerimanya,Ali terus menatap tiket itu. Ada sesuatu mengganjal di hatinya. Sesuatu yang tidak enak,perasaan seperti merasa agak bersalah,tapi itu bukan salahnya. Karena itu yang sudah digariskan,mungkin sebgai ujian,untuk semua.

***
satu jam lagi Ali akan menaiki pesawat yang akan membawanya kembali pada keluargnya,insya ALLAH. Tiba-tiba dia merasa harus menelpon umi.
“Mi,Ali sebentr lagi mau naik pesawt,doany mi.”
“Iya Li,hati-hati. Kita semua insya ALLAH jemput kamu.”
“Mi…” tapi kata-kata itu seperti tersangkut di tenggorokannya. “Mi…” lagi-lagi tak bisa terucapkan.
Umi mulai bingung, “Ada apa Li?”
Dan tiba-tiba,tanpa perintah,tanpa dipinta,air mata menetes dari mata bulat Ali. Ali cepat2 menghapusnya. “Nggak mi,Ali cuma mau bilang,Ali sayang semuanya. Maafin Ali kalau mungkin Ali nggak bisa jadi yang semua harapin”
Air mata haru juga mengalir dari mata bening umi, “Iya,kita semua juga sayang kamu.” Tapi semua harus diakhiri,penumpang pesawat jurusan Indonesia sudah ramai dipanggil,menggaung lewat speaker-speaker. Memutuskan pembicaraan terakhir antara Ali dan umi…

***
INDONESIA
Dua jam sudah umi,abah,dan keluarga yang lain menunggu. Menanti petugas mengumumkan pendaratan pesawt dari yaman.
“Nis,jamnya nggak salah kan?” Tanya abah mulai tak sabar.
“Nggak bah,jadwalnya tuh sebenarnya jam…” jawaban anis terpotong dering handphone abah. Abah langsung mengangkatnya. Dari Ahmad,sekertaris abah.
“Apa mad? Yang bner kamu? Pesawat dari yaman jatuh?” semua yang mendengar juga tak kalah kaget. Pesawat dari yaman,yang ditumpangi Ali,jatuh. Beberapa penumpangnya meninggal,dan ditemukan nama Ahmad Ali Nawawi di sana.

0 komentar: