THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Minggu, 10 Januari 2010

senyum terakhir guruku

Pak Albert, guru bahasa Inggris yang paling aku benci masuk ke kelasku. Ketika Pak Albert masuk ke kelasku semua anak menyorakinya. Ya, semua anak. Tidak hanya aku yang membenci Pak Albert tapi semua teman sekelasku. Mungkin bukan hanya teman sekelasku, tapi seluruh siswa di sekolah ini. Kami tidak menyukai Pak Albert karena menurut kami, dia tidak bisa mengajar bahasa Inggris dengan baik. Bayangkan saja, jika dia berbicara, tidak ada satu pun anak yang mengerti apa yang dibicarakannya, apalagi ia berbicara dengan bahasa Inggris. Berbicara dengan menggunakan bahasa Indonesia saja tidak jelas, bagaimana jika ia berbicara bahasa Inggris. Hal itu juga menyebabkan jika ia mengajar, tidak ada satu pun anak yang mau mendengarkannya. Tapi anehnya, ia selalu tersenyum ketika ia disoraki oleh teman-temanku. Ia juga tetap tersenyum melihat anak didiknya ngobrol sendiri ketika ia sedang mengajar ***
Hari ini aku bangun kesiangan. Cepat-cepat aku mandi, sarapan dan mengambil sepedaku dan segera menuju ke sekolah. Jalanan sangat macet dan aku hampir tertabrak motor. Huft, hari ini cukup untuk menghilangkan moodku. Ya, aku adalah orang yang mudah terbawa emosi. Sekali ada peristiwa yang menjengkelkan, itu akan menghilangkan moodku seketika. Sesampainya di sekolah, aku segera memarkir sepedaku dengan terburu-buru. Ketika aku keluar dari tempat parkiran motor, motor Pak Albert masuk ke tempat parkiran itu dengan terburu buru. Aku hampir terserempet. Aku benar-benar marah saat itu, segera saja aku memarahi Pak Albert yang teledor itu sampai hampir menabrakku.
“Bapak gimana sih! Ga liat ada saya di sini! Gimana kalo saya beneran terserempet?! Makanya hati-hati dong pak!” omelku. Pak Albert merasa bersalah, dan ia meminta maaf padaku. Tapi aku tidak memaafkannya dan langsung keluar dari tempat parkiran itu dan menuju ke kelasku yang berada di lantai 2.Sampai di kelas, aku baru menyadari bahwa tadi aku tidak melihat senyum Pak Albert.Aku sudah sering memarahi Pak Albert tapi aku selallu melihat dia meminta maaf sambil tersenyum. Tapi tadi aku tidak melihat senyum Pak Albert. Apa aku terlalu kasar? Sebenarnya tak pantas juga seorang murid membentak seorang guru. Aku harus meminta maaf pada Pak Albert.
“Len, mau temenin aku ga nemuin Pak Albert?” ajakku pada sahabatku, Elena. “Heh? Ngapain? Bukannya kamu benci banget sama Pak Albert?” Tanya Elena “Tapi tadi tuh aku ngebentak Pak Albert, jadi aku merasa bersalah banget, Temenin aku yah, “ pintaku. Elena mengangguk. Aku segera turun ke bawah mencari Pak Albert. Tapi aku tidak menemukannya di mana-mana. Akhrinya aku memutuskan untuk kembali ke kelas karena bel sudah berbunyi. Seperti biasa, setelah berdoa, ada beberapa pengumuman yang disampaikan oleh kepala sekolah lewat speaker. “Anak-anak yang terkasih, ada sebuah berita duka, istri dari guru kita, Pak Albert harus berpulang ke rumah Bapa kemarin. Semoga Pak Albert ditabahkan hatinya dan tetap semangat mengajari para murid. Anak-anak, mohon doanya ya,” kata ibu Kepala Sekolah lewat speaker. Deg! Aku kaget mendengar berita itu. Pantas tadi aku tidak melihat senyum menghiasi wajah Pak Albert. Aku merasa sangat bersalah, Pak Albert sedang mempunyai masalah besar, tapi aku malah membuat dia semakin tertekan. Saat istirahat aku segera mencari Pak Albert. Akhirnya aku menemukan Pak Albert sedang berada di lapangan basket sekolahku.Ia sedang duduk sendiri dibawah pohon besar sambil mengamati sebuah foto Pak Albert, istrinya, dan anaknya yang tampak sangat bahagia Dan aku melihat ia sedang menangis. Pak Albert yang selama ini selalu tegar dan senantiasa tersenyum kini tampak sedang menangis. Aku mendekati Pak Albert tapi tidak menghampirinya. Aku berusaha agar Pak Albert tidak menyadari kehadiranku. Aku mendengar Pak Albert berbicara seperti ini dalam tangisnya, “Anakku, maafkan bapak ya. Bapak gagal menjadi ayah yang baik. Bapak gagal menyembuhkan penyakit ibu. Seandainya Bapak punya uang lebih, pasti bapak akan membawa ibu ke rumah sakit dan mendapat perawatan yang bagus. Bapak juga gagal dalam karir bapak. Bapak adalah guru yang tidak disukai oleh murid-murid. Setiap pelajaran Bapak selesai, mereka bersorak kegirangan seakan mereka lepas dari penderitaan Tapi kamu telah mengajari bapak untuk tetap terenyum meski di dalam hati bapak, bapak sering menangis.”

Aku hampir menangis mendengar perkataan Pak Albert. Ternyata, dibalik senyum Pak Albert, Pak Albert mempunyai masalah yang besar. Aku merasa bersalah ketika aku menyoraki Pak Albert. Lalu, aku menghampiri Pak Albert, dan berkata, “Pak, maafkan saya tadi telah membentak Bapak.” Pak Albert cepat-cepat menghapus air matanya. “Sudah, tidak apa-apa. Itu semua juga karena salah saya. Bel sudah berbunyi. Cepat masuk, jangan terlambat masuk kelas,” kata Pak Albert. Aku segera berlari menuju ke kelas. Segera aku menceritakan kisah Pak Albert kepada teman-temanku. Mereka merasa bersalah atas perilaku mereka yang sering menyakiti hati Pak Albert. Akhirnya mereka berencana untuk meminta maaf kepada Pak Albert besok.
Keesokan harinya kami mendengar kabar bahwa Pak Albert telah meninggal bersama anaknya. Teman-temanku menangis mendengar kabar itu terlebih aku. Kami belum sempat meminta maaf kepada Pak Albert, tapi Pak Albert telah meninggalkan kami duluan. Katanya Pak Albert meninggal karena tak sanggup menghadapi cobaan hidup. Tidak, Pak Albert tidak bunuh diri. Aku tahu Pak Albert adalah pria yang tegar. Ia meninggal karena stress tingkat tinggi karena istrinya meninggal, dan sesudah itu anaknya ikut meninggal karena sakit yang parah. Pak Albert pun akhirnya jatuh sakit, tapi ia tidak mau berobat ke dokter. Ia berpikir bahwa ia sudah gagal dalam hidup ini. Ia sudah tidak punya siapa-siapa, buat apa ia hidup. Mungkin Pak Albert juga berpikir bahwa murid-muridnya akan senang jika ia mati, tapi TIDAK bagi kami. Kami telah menyesal dan kami sebenarnya menyayangimu, Pak Albert. Kami juga akan selalu mengingat senyummu, Pak Albert. We love you, Pak Albert.

0 komentar: